Arunika Bagaimana fajar menyingsing, indah bukan? Siluet biru, merah, kuning, oranye, berpadu... Padahal, belum lama pandangnya gelap. Bagaimana udara di terbit pagi, sejuk bukan? Padahal, belum lama dinginnya merasuk sendi. Jika mentari terbit tanda harapan, tenggelam tanda kehampaan, mengapa kita terlarut dalam kegelapan? Kartini bilang, habis gelap terbitlah terang Pun sebaliknya, batasnya di cakrawala. Ingatlah, arunika tetap merona di bumi, di langit, kan sama pandangnya. * arunika: cahaya matahari pagi *sumber foto: dokumen pribadi
Petrikor Derai hujan bergumul membasahi tanah berlomba, bergantian Pluviophile tersenyum, tetapi enggan basah ada payung melindunginya Kau bilang, kau suka aku? Kata hujan. Mereka menjawab, citraku adalah yang menyukaimu. Hujan kecewa, ternyata pluviophile tak sungguh menyukainya. Hujan bergeming, disusul aroma khasnya Adalah petrikor yang selalu beriringan, bersama, senyatanya.
Tentang Keluarga -Tulisan ini adalah kumpulan cerita turun-temurun dari saksi sejarah di keluarga yang saya sajikan dengan tambahan riset untuk memastikan nama, tahun, dan peristiwa yang terjadi- Setiap keluarga punya cerita. Sejak kecil, aku sering mendengar cerita Mama dan keluarganya tentang masa lalu. Saat itu, aku hanya bersikap "cukup tahu". Hingga akhirnya kini, di usiaku yang menjelang akhir 20-an, fakta-fakta penting dan bersejarah nyatanya menyelimuti masa lalu keluargaku. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau DI/TII 1949 menjadi masa yang kelam bagi kakek buyutku. Pada masa itu, kakek buyutku adalah seorang pemuka agama di daerah Sumedang. Namun, beliau dituduh sebagai salah satu pemberontak DI/TII karena statusnya sebagai tokoh agama. Suatu hari, beliau beserta ajudannya digiring ke sebuah hutan di bukit yang tak jauh dari rumahnya. Di sana, keduanya dieksekusi, ditembak mati dan dikuburkan di lubang yang sudah disediakan. Sebetulnya, pesur
kebimbangan hati :)
BalasHapus