Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2023

Puisi: Pulang

  Pulang Apalah arti rumah? Apakah dalam bentuk rangka, ataukah dalam bentuk raga? Apa menjelma pada entitas, atau menjelma pada jiwa? Entahlah, aku tak tahu. Langitnya sendu, awannya menangis. Wajahnya lusuh. Hatinya sepi. Tubuhnya dingin. Fana? Bukan! Nuraninya perlu nutrisi. Oasis? nyatanya fatamorgana. Elipsis? puisinya tak sempurna. Fisiknya nampak, akalnya hilang: jiwanya lelah Seketika mencari, ke mana tempatnya pulang? Ya sudahlah, aku tak tahu.

Sejarah: Tentang Keluarga dan DI/TII

  Tentang Keluarga -Tulisan ini adalah kumpulan cerita turun-temurun dari saksi sejarah di keluarga yang saya sajikan dengan tambahan riset untuk memastikan nama, tahun, dan peristiwa yang terjadi- Setiap keluarga punya cerita.   Sejak kecil, aku sering mendengar cerita Mama dan keluarganya tentang masa lalu. Saat itu, aku hanya bersikap "cukup tahu". Hingga akhirnya kini, di usiaku yang menjelang akhir 20-an, fakta-fakta penting dan bersejarah nyatanya menyelimuti masa lalu keluargaku. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau DI/TII  1949 menjadi masa yang kelam bagi kakek buyutku.  Pada masa itu, kakek buyutku adalah seorang pemuka agama di daerah Sumedang. Namun, beliau dituduh sebagai salah satu pemberontak DI/TII karena statusnya sebagai tokoh agama.  Suatu hari, beliau beserta ajudannya digiring ke sebuah hutan di bukit yang tak jauh dari rumahnya. Di sana, keduanya dieksekusi, ditembak mati dan dikuburkan di lubang yang sudah disediakan. Sebetulnya, pesur

Puisi: Sudut Pandang

Gambar
Sudut Pandang Hitam Putih, atau abu? Baik Jahat, bukankah bisa menjadi keduanya? Datar Melingkar Derajat hanya sekadar angka Satuannya menjadi berarti Besarannya, yang menjadikannya kaya: sudut pandang Ku dan mu Benar, atau salah? Mafhum hadir, di antaranya. *sumber foto: dokumen pribadi

Puisi: Arunika

Gambar
  Arunika Bagaimana fajar menyingsing, indah bukan? Siluet biru,  merah,  kuning,  oranye,  berpadu... Padahal, belum lama pandangnya gelap. Bagaimana udara di terbit pagi, sejuk bukan? Padahal, belum lama dinginnya merasuk sendi. Jika mentari terbit tanda harapan, tenggelam tanda kehampaan, mengapa kita terlarut dalam kegelapan? Kartini bilang, habis gelap terbitlah terang Pun sebaliknya, batasnya di cakrawala. Ingatlah,  arunika tetap merona di bumi,  di langit, kan sama pandangnya. * arunika: cahaya matahari pagi *sumber foto: dokumen pribadi

Puisi: Petrikor

  Petrikor Derai hujan bergumul membasahi tanah berlomba, bergantian Pluviophile tersenyum, tetapi enggan basah ada payung melindunginya Kau bilang, kau suka aku? Kata hujan. Mereka menjawab, citraku adalah yang menyukaimu. Hujan kecewa, ternyata pluviophile tak sungguh menyukainya. Hujan bergeming, disusul aroma khasnya Adalah petrikor yang selalu beriringan, bersama, senyatanya.