Sejarah: Tentang Keluarga dan DI/TII

 Tentang Keluarga


-Tulisan ini adalah kumpulan cerita turun-temurun dari saksi sejarah di keluarga yang saya sajikan dengan tambahan riset untuk memastikan nama, tahun, dan peristiwa yang terjadi-


Setiap keluarga punya cerita. Sejak kecil, aku sering mendengar cerita Mama dan keluarganya tentang masa lalu. Saat itu, aku hanya bersikap "cukup tahu". Hingga akhirnya kini, di usiaku yang menjelang akhir 20-an, fakta-fakta penting dan bersejarah nyatanya menyelimuti masa lalu keluargaku.


Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau DI/TII 1949 menjadi masa yang kelam bagi kakek buyutku. Pada masa itu, kakek buyutku adalah seorang pemuka agama di daerah Sumedang. Namun, beliau dituduh sebagai salah satu pemberontak DI/TII karena statusnya sebagai tokoh agama. 


Suatu hari, beliau beserta ajudannya digiring ke sebuah hutan di bukit yang tak jauh dari rumahnya. Di sana, keduanya dieksekusi, ditembak mati dan dikuburkan di lubang yang sudah disediakan.

Sebetulnya, pesuruh yang datang diperintahkan untuk mengeksekusi seluruh keluarga kakek buyutku hingga tak bersisa. Tapi, entah bagaimana kronologinya, saat itu kakekku dan dua kakak perempuannya sudah diungsikan ke tempat yang aman. Tinggallah nenek buyut dan anak bungsu laki-lakinya yang masih kecil. Merasa iba, akhirnya pesuruh tak mengeksekusi mereka. Keduanya dibawa dan dijebloskan ke penjara. Jadi tersisalah istri dan empat anak dari kakek buyutku (termasuk kakekku) yang masih hidup, tanpa mereka, para pesuruh (tentara pada masa itu), tahu bahwa sebetulnya, ada tiga anak lain yang juga selamat, yang telah diamankan sebelumnya.


Sejak itu, kakekku diungsikan ke Kota Bandung, agar tak banyak yang tahu bahwa masih ada keturunan dari kakek buyutku yang masih hidup. Beliau bersekolah di salah satu SMA Negeri terbaik di Bandung.

Di sisi lain, entah kapan persis waktunya, akhirnya nenek buyut dan anak bungsunya dibebaskan pula dari penjara.


Lalu, apakah ceritanya berakhir di situ? Tentu tidak.


History repeats itself. Demikian kalimat yang tepat untuk menggambarkan bahwa kejadian bersejarah akan berulang, walaupun dalam bentuk yang berbeda. (bersambung)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi: Arunika

Puisi: Petrikor